Sejarah makam Mbah mbodo/punden jatiguwi Sumberpucung malang

MENGUPAS SEJARAH MAKAM MBAH MBODO
1.    Makam mbah mBodo
Makam mbah mBodo terletak di Desa Jatiguwi, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Letak makam ini berada di tepi jalan raya Malang-Blitar. Bangunan makam berbentuk joglo berukuran  5 X 5 X 5  meter, di depan bangunan terdapat halaman berpaving, bentuk bangunan sederhana. Bagi warga Sumberpucung makam ini sudah tidak asing lagi, mereka mempercayai bahwa mbah mBodo adalah Tumenggung Surontani.  Hingga kini makam ini masih dikeramatkan oleh warga sekitar makam. Pada hari-hari tertentu makam ini masih ramai dikunjungi orang untuk mendoakan arwah yang ada di makam itu, bahkan telah menjadi tradisi masyarakat sekitar makam mbah mBodo, bila mempunyai hajatan besar, seperti  : Bersih Desa, pesta pernikahan, khitanan mau mengadakn pentas seni dan lain-lain, sebelumnya selalu  mengadakan ritual selamatan (kenduri) di lokasi makam untuk berdoa kepada Tuhan YME agar diberi keselamatan dan kelancaran maksud hajatnya. Warga setempat mengistilahkannya sebagai pamit menyang kang mbaurekso/ bedah krawang desa. (minta ijin secara spiritual kepada mbah Mbodo).

( Adik-adik yang mau pentas acara Bersih Desa sedang mengikuti ritual selamatan )

Menurut keterangan masyarakat sekitar makam, kalau akan mempunyai hajat rasanya belum sreg kalau belum Selamatan di makam mbah mBodo. Namun demikian mata batinnya hanya tertuju kepada Allah SWT. Konon katanya berdoa ditempat ini sangat Tijab (mudah terkabul).

( Bangunan Joglo dan halaman Makam mbah Mbodo )

2.    Siapakah Jatidiri mbah mBodo itu ?.
Terdapat  beberapa versi cerita mengenai mbah mBodo :
2.1.        Versi Pertama: Mbah mBodo adalah Tumenggung Surontani. Dijuluki Joko Bodo karena Jejaka tersebut meskipun sakti tetapi bodoh, bodoh karena sudah tahu hutan itu daerah berbahaya sangat angker wingit (jalmo moro jalmo mati) tidak boleh dijamah tangan manusia, siapa yang melanggar peraturan akan menemui ajaL. Namun hal ini tetap dilanggar juga, akhirnya mereka mati dalam pertempuran, kemudian karena kebodohannya Tumenggung Surontani dijuluki Joko Bodo dan saat ini makamnya disebut makam mbah mBodo.
2.2.        Versi kedua: Konon ceritanya pada jaman dulu , wilayah Jenggolo (Kepanjen) di bawah perintah Panji Pulang Jiwo dan isterinya Proboretno yang juga seorang prajurit wanita. Panji Pulang Jiwo mbalelo dari Kerajaan induknya (Mataram) sehingga Kerajaan memerintahkan seorang Senopati yang bernama Tumenggung Surontani untuk memerangi Jenggolo, Tumenggung Surontani yang sekti mondroguno memiliki senjata pusaka yang ampuh bernama : ” cinde puspito” larangan penggunaan bagi Pusaka tersebut adalah tidak boleh dipukulkan kepada wanita. Pihak Jenggolo mengirim Senopati prajurit wanita ”Proboretno” untuk menyambut Tumenggung Surontani. Dalam pertempuran Tumenggung Surontani kalah yudo, karena ia lupa menggunakan Pusaka Cinde Puspito untuk memukul wanita  (Proboretno), hal ini melanggar larangan, oleh karena itu akibatnya keampuhan pusaka Cinde Puspito mengenai dirinya sendiri sehingga ia ambruk (jatuh terluka yang menjadi sebab kematiannya) sebelum meninggal ki Surontani sempat menyesali diri merasa sangat bodoh kenapa sampai melanggar larangan itu. Hingga sekarang akhirnya dijuluki mbah mBodo. Jasatnya dimakamkan di Desa Jatiguwi bersama dengan empat orang prajuritnya. Saat ini di sekitar makam tersebut dinamakan Dukuh Mbodo. Pada setiap bulan Suro makam tersebut selalu diadakan selamatan desa dalam rangkaian kegiatan Bersih Desa.
2.3.        Versi ketiga: Ki Joko Bodo adalah salah seorang Komandan perang kerajaan Mataram untuk memerangi Panji Pulangjiwo dari Kepanjian yang bermaksud melepaskan diri dari kerajaan Mataram. Dikisahkan bahwa Joko Bodo adalah seorang komandan Perang yang sakti mandraguna, memiliki senjata pusaka yang ampuh pusoko piandel berupa sebilah Keris Kolo Munyeng. larangan penggunaan dari senjata pusaka tersebut adalah tidak boleh digunakan untuk membunuh perempuan, karena akan berakibat membawa kesialan bagi pemiliknya. Sayangnya kelemahan Joko Bodo berhasil diketahui oleh Panji Pulangjiwo. Mengetahui hal itu Panji Pulangjiwo mengirim panglima perang wanita yang sakti mandraguna juga isterinya sendiri, yaitu “Proboretno” . Senjata pusaka ampuh yang dimiliki Proboretno adalah “Cinde Puspito”. Dengan majunya Proboretno sebagai panglima perang, diharapkan Joko Bodo akan dapat dikalahkan karena tidak akan berani menggunakan senjata pusaka ampuhnya. Pada suatu pertempuran yang dahsyat antara Joko Bodo melawan Proboretno, Joko Bodo terdesak dan hampir mengalami kekalahan, untuk menyudahi perlawanan Proboretno akhirnya dengan terpaksa harus mengeluarkan senjata pamungkasnya “Keris Kolo Munjeng”. Pada akhirnya Proboretno gugur oleh tusukan senjata pamungkas Joko Bodo. Tetapi Joko Bodo telah melanggar pantangan Keris Kolo Munyeng, yaitu tidak boleh ditusukkan kepada wanita. Matinya Proboretno membuat marah Panji Pulangjiwo. Panji Pulangjiwo maju sendiri menjadi panglima perang. Dengan menaiki kuda perang kesayangnya “ Sosro Bahu”, terjadilah pertempuran hebat antara pasukan Joko Bodo melawan pasukan Panji Pulangjiwo. Kuda yang ditunggangi Panji Pulangjiwo mbedal mengamuk menerjang pasukan Mataram yang dipimpin Joko Bodo. Tempat mbedalnya kuda Panji Pulang Jiwo itu kini disebut Bedali Kulon (bagian timur Desa Jatikerto). Kesialan rupanya benar-benar menimpa Joko Bodo, pada pertempuran dahyat itu Joko Bodo beserta 4 (empat) orang prajuritnya terluka parah, dan mundur dari Palagan tempat pertempuran menuju tempat pertahanannya. Tempat pertahan itu kini disebut Mentaraman (adanya di Desa Jatiguwi dan Desa Ngebruk). Namun akibat lukanya yang parah Joko Bodo dan empat orang prajuritnya tidak kuat lagi meneruskan perjalanan dan sesampainya di suatu tempat akhirnya jatuh tersungkur menyusur tanah (ambruk). Jasad Joko Bodo dan prajuritnya bergelimpangan (bruk-bruk an) ke tanah. Tempat bergelimpangannya  jasad tentara Mataram yang gugur itu disebut “Ngebruk” dan kini lokasi itu menjadi Pasar Ngebruk. Sedangkan jasadnya  dimakamkan  di suatu tempat yang kini disebut Makam mbah Mbodo”.
2.4.      Versi ke empat:
Pada saat Sultan Agung diangkat sebagai raja 1613 M, langsung mengadakan penyerangan ke daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram, diantaranya beliau mengadakan penyerangan ke Brang Wetan ( Malang, Pasuruan, Lumajang dan lain-lain). Sultan Agung menunjuk Tumenggung Surontani menjadi senopati untuk menguasai Brang Wetan yang di bawah Panji Pulangjiwo ingin melepaskan diri dari Mataram. Tumenggung Surontani langsung menduduki daerah Malang sebagai Adipati dengan basis pemerintahannya di Mentaraman Jatiguwi dan Ngebruk. Sementara Panji Pulangjiwo yang berbasis di Kepanjian (Kepanjen) merasa lebih berkuasa atas Brang Wetan dari pada Surontani. Timbulah persaingan adu gengsi perebutan pengaruh antara Surontani dengan Panji Pulangjiwo. Pada tahun 1614 terjadi peperangan antara Pasukan Mataram pimpinan Tumenggung Surontani dengan Pasukan Brang Wetan pimpinan Panji Pulangjiwo. Pada awal peperangan Pasukan Mataraman dipimpin Ki Joko Bodo, dan Pasukan Brang Etan dipimpin Proboretno (isteri Panji Pulangjiwo). Dalam suatu pertempuran Proboretno berhasil dijebag disuatu tempat dan pasukannya terjepit tak dapat bergerak dan akhirnya Proboretno mati terbunuh. Tempat di mana Proboretno dan pasukannya terjebag tak dapat bergerak dinamakan Cengkeg ( di Desa Sumberpucung ). Kematian Proboretno membuat marah Panji Pulangjiwo. Dalam pertempuran di Jatikerto (Bedali Kulon) Panji Pulangjiwo dapat mengalahkan pasukan Mataraman dan dapat membunuh Ki Joko Bodo dan jasadnya di Makamkan di Jatiguwi beserta beberapa prajurit ainnya yang gugur. Atas kematian Joko Bodo, Tumenggung Surontani mengerahkan Pasukan besar-besaran untuk merebut markas Panji Pulangjiwo di Kepanjian (Kepanjen). Dan Kepanjen dapat dikuasai pasukan Mataram dan Surontani mendirikan markas tentaranya di Mentaraman Penarukan. Sedangkan Panji Pulangjiwo dan pasukannya menyingkir ke arah timur di sebelah timur sungai Brantas. Pasukan Surontani terus mengadakan pengejaran. Pada suatu ketika terjadi pertempuran besar antara pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Tumenggung Surontani dengan Pasukan Brang Wetan yang dipimpin langsung oleh Panji Pulangjiwo. Pertempuran itu terjadi di sebelah timur sungai Brantas masuk Desa Sukorejo (Bedali Wetan). Dalam pertempuran tersebut Tumenggung Surontani terbunuh oleh Panji Pulangjiwo. Gugurnya Tumenggung Surontani pada tahun 1614 M. Selanjutnya senopati pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Alap-alap seorang Adipati dari Caruban. Berkat kelihaiannya Tumenggung Alap-alap dapat memperdaya Panji Pulangjiwo, dalam suatu panggung pertunjukan dengan bintang Proboretno palsu, Panji Pulangjiwo berhasil dijebag dan digiring masuk ke dalam sumur yang telah disiapkan lalu dihujani senjata, maka gugurlah R. Panji Pulangjiwo. 
3.    Jatidiri Tumenggung Surontani.
Jika mengolak-alik cerita sejarah desa-desa di Kecamatan Sumberpucung, nama Surontani selalu disebut-sebut, ini artinya bahwa Surontani adalah tokoh sentral yang sangat terkenal dan sangat berpengaruh bagi warga Kecamatan Sumberpucung. Sebut saja Desa Karangkates, desa ini adalah pecahan dari Desa Sumberpucung, artinya bahwa sumber sejarah kedua desa ini relatif sama karena sebelum dipecah kedua desa adalah satu induk sejarah. Dalam cerita sejarah desa “ Babat Desa Karangkates” menyebut  Tumenggung Surontani sebagai Bedah Krawang Desa Karangkates, atau yang membuka hutan untuk membuat Desa (Lihat cerita sejarah “Babat Desa Karangkates”). Demikian juga dengan Desa Jatiguwi dan Desa Ngebruk, kedua desa dalam cerita sejarahnya juga menyebut nama Tumenggung Surontani yang banyak berperan (babat alas) membuka kedua desa tersebut (Lihat sejarah Desa Ngebruk dalam “Udar Gelung Desa Ngebruk”). Banyak warga Sumberpucung menyebut bahwa mbah mBodo adalah Tumenggung Surontani. Lain halnya dengan Desa Trenyang dan Senggreng, dalam cerita sejarah desanya tidak menyinggung nama Surontani tetapi secara sepintas menyebutkan bahwa orang yang pertama membabat hutan Desa Ternyang dan Senggreng berasal dari Tulungagung. Sedangkan Desa Sambigede, dalam sejarah desanya tidak menyebut nama Surontani, tetapi bila diurut ke belakang  Desa Sambigede tetap terkait dengan nama Tumenggung Surontani, karena menurut sejarahnya, dahulu kala Desa Sambigede merupakan sebuah pedukuhan bagian dari Desa Ngebruk.  Lalu siapakah gerangan Tumenggung Surontani?
Bila menyimak cerita sejarah Babat Tulungagung, Surontani adalah seorang punggawa Kerajaan Mataram berpangkat Tumenggung yang dikenal sakti mandraguna. Karena kesaktiannya yang tergolong luar biasa, pihak lingkungan Kerajaan Mataram menaruh kekhawatiran dapat membahayakan kedudukan raja. Oleh karena itu diam-diam Tumenggung Surontani berupaya disingkirkan dari lingkungan kerajaan. Dengan dalih karena kesaktiannya yang mumpuni Tumenggung Surontani diberi tugas membabat hutan di daerah timur untuk mendirikan tempat bermukim,  pada sekitar tahun 1789 berangkatlah Tumenggung Surontani menuju suatu tempat yang masih berupa hutan belantara di Ngrowo (sekarang menjadi Kabupaten Tulungagung). Keberangkatannya diikuti oleh pengikut setia disertai keluarganya termasuk diantaranya Tukang Pande besi. Tukang Pande Besi sangat dibutuhkan untuk membuat peralatan menebang hutan dan alat-alat pertanian. Berikutnya hutan Ngrowo itu berubah menjadi daerah pertanian yang subur, oleh karena itu banyak orang-orang Mataram yang berdatangan ke Ngrowo. Hari demi hari,bulan berganti tahun daerah Ngrowo terus berkembang pesat menjadi daerah yang makmur dan wilayahnya semakin luas. Mendengar kemajuan Ngrowo begitu pesat, pihak kerajaan Mataram menjadi bertambah was-was dan takut dengan kesaktian Tumenggung Surontani. Maka diam-diam Kerajaan Mataram kembali berupaya menyingkirkan Tumenggung Surontani. Pada saat itu beberapa wilayah kekuasaan Mataram di Brang Wetan (Malang, Lumajang dan seterusnya) berupaya melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Pihak Kerajaan memanggil Tumenggung Surontani untuk menghadap ke Mataram. Pihak Kerajaan menitahkan Tumenggung Surontani untuk menumpas upaya makar itu. Dengan patuh Tumenggung Surontani melaksanakan tugas itu. Pasukan Mataram berangkat dari Ngrowo di bawah pimpinan Tumenggung Surontani bergerak ke arah timur menuju Kepanjian, setelah tiba di sebelah timur daerah yang banyak batu-batuan (sekarang Selorejo), di sana mendapati hutan yang sangat lebat, lembah curam dan terdapat pertemuan dua sungai (sekarang sungai Lahor dan Brantas). Untuk bisa masuk ke arah timur Pasukan Surontani meniti jalur tepi sungai Lahor (munculnya sejarah Karang netes dan nama kali Lahor dalam cerita “Babat Deso Karangkates”). Sesampainya di suatu tempat yang masih berupa hutan belantara, pasukan Surontani membangun markas tentaranya ( sekarang tempat itu menjadi Dukuh Mentaraman di Desa Jatiguwi dan Ngebruk). Untuk membangun markas tentaranya Surontani harus membuka hutan itu. Dari pengalamannya membuka hutan di Ngrowo (Tulungagung), Tumenggung Surontani tidak lupa membawa Tukang Pande Besi. (hingga saat ini di Mentaraman Desa Jatiguwi dan Ngebruk masih terdapat Pande Besi).  Tumenggung Surontani mempunyai seorang Komandan Perang yang gagah berani dan sakti madraguna bernama : “Joko Bodo”, tetapi Joko Bodo gugur dalam perang melawan Panji Pulang Jiwo. Perang melawan Kepanjian terus berlanjut sampai memasuki daerah selatan Kepanjian. Pasukan Mataram pimpinan Tumenggung Surontani berhasil menumpas pemberontakan itu, dan membunuh pimpinan pemberontakan itu (Panji Pulangjiwo) di Desa Panggungrejo Kepanjen. Setelah situasinya kembali aman, banyak orang-orang Tulungagung yang berdatangan ke daerah markas pasukan Surontani, terutama para keluarga pasukan Tumenggung Surontani. Mereka membuka hutan dan membangun pemukiman baru. Tumenggung Surontani juga mendatangkan tukang membuat gentheng dari Tulungagung. (hingga saat ini di blok Mentaraman masih banyak dijumpai perusahaan gentheng). Semua tata tertib tentang pelaksaan pemerintahan di wilayah baru ini kembali di bawah kendali Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Surontani. Setelah situasinya berjalan normal kembali, Tumenggung Surontani balik ke Mataram untuk melaporkan hasilnya dan selajutnya kembali ke Ngrowo (Tulungagung) sebagai Adipati Tulungagung.
Tumenggung Surontani wafat di daerah Ngrowo dan dimakamkan di Desa Wajak Kidul Tahun 1826 M. Di daerah komplek pemakaman Tumenggung Surontani juga terdapat makam gurunya yang bernama RM.Wiyono (Jogontoko = Nama masih mudanya), juga makam putranya yang bernama Kertokusumo beserta isterinya dan makam pengikut Tumenggung Surontani yang lainnya. Lalu siapakah gerangan mbah mBodo ?

4.    Analisa Jatidiri mbah mBodo dan Tumenggung Surontani.
Dari ke empat versi tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
4.1.        Untuk versi pertama dan versi kedua adalah cerita yang mengandung otak-atik matuk, berupaya menggiring cerita agar nama Surontani bisa identik dengan Nama Joko Bodo alias mbah mBodo. Letak kejanggalan cerita ini adalah pada kata Bodo (bodoh), di situ digambarkan Tumenggung Surontani seorang Panglima Perang Kerajaan Mataram yang sakti tetapi bodoh. Akibat  kebodohannya akhirnya ia gugur. Dari sini timbul tanda tanya besar:
4.1.1.    Apa ya mungkin Surontani yang punya pangkat Tumenggung dan Senopati Perang Kerajaan Mataram diakui sakti mandraguna adalah orang bodoh ?
4.1.2.    Apa ya mungkin Kerajaan Mataram rela mengorbankan tentaranya dalam perang untuk dipimpin orang bodoh ?
4.1.3.    Kalau Tumenggung Surontani saat itu gugur, pada hal perang melawan Panji Pulangjiwo belum selesai, lalu siapa senopati yang melanjutkan perang melawan Panji Pulangjiwo ?
Disini terlihat sekali adanya jalan cerita yang nggak nyabung.
4.2.        Cerita versi ketiga lebih rasional. Apalagi bila dipadukan tentang cerita babat Tulungagung, dan Sejarah Kepanjen, jalan ceritanya semakin runtut dan nyambung. Joko Bodo adalah salah satu komandan pasukan Mataram yang dipimpin Tumenggung Surontani dalam peperangan melawan Panji Pulang Jiwo. Tetapi angka tahun yang disebut agak meragukan karena tidak sesuai cerita sejarah jaman Sultan Agung.
4.3.      Cerita versi ke empat , semakin jelas dan lebih lengkap alur ceritanya. 
5.    Kesimpulan
5.1.                  Pada tahun 1613 Tumenggung Surontani mendapat tugas dari Sultan Agung sebagai Senopati Mataram dalam menumpas pemberontakan Brang Wetan (Malang, Pasuan, Lumajang dan lain-lain), dan bertindak sebagai Adipati Brang Wetan dengan pusat geraknya di Mentaraman Jatiguwi dan Mentaraman Ngebruk.
5.2.                  Joko Bodo adalah komandan pasukan Mataram pimpinan Tumenggung Surontani dalam perang melawan Panji Pulang Jiwo.
5.3.                  Tumenggung Surontani atasan Joko Bodo.
5.4.                  Joko Bodo bukanlah Surontani, dan Surontani bukan Joko Bodo.
5.5.        Pada tahun 1614 Tumenggung Surontani Gugur dalam perang melawan Panji Pulangjiwo, jasadnya di makamkan di Ngrowo, Desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu-Tulungagung.
5.6.        Joko Bodo dimakamkan di Desa Jatiguwi, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang.

6.    Temuan Fakta-fakta Sejarah .
6.1.        Tumenggung Surontani adalah Punggawa Kerajaan Mataram yang diberi amanah kerajaan  untuk memimpin Tulungagung  sebagai Adipati.
6.2.        Tumenggung Surontani banyak berperan dalam babat deso dan berkiprah dalam waktu agak lama dalam pengendalian pemerintahan Mataram di Kecamatan Sumberpucung, terbukti semua desa menyebut  nama Surontani.
6.3.        Gugurnya Panji Pulangjiwo di Panggungrejo Kepanjen karena taktik jebagkan Tumenggung Alap-alap / pengganti Surontani. (baca sejarah Kepanjen).
6.4.        Adanya Dusun Mentaraman suatu bukti bahwa orang Mataram datang ketempat ini dalam rangka memerangi pemberontak dari Brang Wetan.
6.5.        Adanya Pande Besi hingga sekarang, di mbodo/Mentaraman.
6.6.        Adanya Pabrik Genteng hingga sekarang, di mbodo/Mentaraman.
6.7.        Kuliner khas Tulungagung Gatot, Tiwul, rengginang masih banyak dijumpai di Kecamatan Sumberpucung, terutama di Mentaraman
6.8.        Logat bahasa orang-orang mentaraman, masih bahasa jawa kulonan. (piye)
6.9.        Seni dan budayanya banyak terpengaruh dari mataram.(Kecamatan Sumberpucung peraih panji-panji Seni Budaya selama tiga kali, yaitu : tahun 2010, 2014, 2015).
6.10.      Sejak tahun 2014 di Desa Jatiguwi telah berdiri Pasinaon Budaya Jawa cabang dari Kraton Surakarta Hadingrat, ini merupakan bukti adanya naluri hubungan budaya yang erat antara masyarakat Sumberpucung dengan Kraton Surakarta. 
6.11.      Tulungagung dikenal sebagai kota Kuda Lumping Jawa Timur, dan Kecamatan Sumberpucung sebagai Kecamatan terbanyak seni Kuda lumpingnya se Kab.Malang, ini bukti adanya naluri kesamaan seni-budaya .
6.12.      Dalam sejarah Desa Ternyang disebutkan yang membabat alas Desa Ternyang adalah orang dari Tulungagung.
6.13.      Orang Sumberpucung nenek moyangnya banyak dari Tulungagung, Orang Tulungagung nenek moyangnya dari Solo, ini berarti orang Sumberpucung nenek moyangnya dari Solo juga.

Demikian bila ada kurang lebihnya mohon dimaafkan.
  . 2019
Dikutip dan dianalisa dari berbagai sumber
Http://aguspijad.blogspot.com

Postingan populer dari blog ini

Pitungan jawa bab jejodohan edisi kejawen

Cara prosedur pengurusan stpt surat terdaftar pengobatan tradisional

Tuju macam tapa raga serta penjelasanya